Puisi 10: Geliat yang Membutakan

Standar

Geliat yang Membutakan

Robby H. Abror

Lomba digelar di atas mihrab cinta
Demi mendekatkan diri pada Allah
Maka perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan itu
Semata-mata karena rindu hati pada ilahi

Kekayaan diraih
Bukan untuk kedudukan, pamer prestasi dan gengsi
Tapi demi ketundukan makna jatidiri di hadapan al-Ghaniy, Sang Maha Kaya pemilik jagad ini

Tak elok kau katakan mengaji tak menarik lagi
Demi sebutan saudagar agar naik level harga diri
Sungguh Allah melihat hatimu bukan perolehanmu
Bukan kebanggaanmu menyebut angka-angka ekonomi fantastis yang membutakan hati

Jauhi komersialisasi dakwah
Jauhi politisasi agama
Jauhi komodifikasi Islam

Miskin di matamu belum tentu tidak kaya
Kaya di matamu belum tentu tidak miskin
Teruslah di jalan dakwah
Berbagi peran dalam segala usaha
Jangan pernah memandang rendah orang lain
Mudah bagi Allah untuk membolak-balikkan kenyataan hidup
Jalani dan syukuri usahamu hanya demi Allah semata

 

Yogyakarta, 10 Ramadan 1439 H (26 Mei 2018)

 

 

Puisi 9: Ikhlas

Standar

Ikhlas

Robby H. Abror

Niat baik saja tidak cukup
Harus dibarengi dengan langkah-langkah yang baik

Kebaikan tidak selalu dianggap baik oleh orang lain
Sebab di luar diri ini ada banyak keburukan

Kejahatan seringkali dianggap baik
Oleh orang-orang jahat yang sok baik

Penyakit jiwa itu lahir dari hasad, iri dan dengki
Pemelihara kebencian diliputi oleh penyakit kronis tersebut

Benci itu bencana bagi jiwa yang tak mau maju
Sulit disembuhkan, bisa menular,
dan dibawa mati

Setiap niat baik dan demi kebaikan
Serahkan sepenuhnya hanya untuk Allah
Keikhlasan itu kunci yang dapat menuntun ke jalan kemerdekaan dan kesuksesan

Yogyakarta, 9 Ramadhan 1439 H (25 Mei 2018)

 

 

Puisi 8: Cinta

Standar
Puisi 8: Cinta

Cinta

Robby H. Abror

Cinta tak mudah dimengerti
Ia hanya dapat dirasa oleh kebeningan hati

Cinta tak mudah dimaknai
Ia hanya terbuka bagi setiap ketulusan hati

Cinta tak mampu dibendung
Ia dapat sirna kala dicegah
Menjauh tak utuh

Cinta yang membimbing jiwa
Menemukan makna sejatinya

Setiap jiwa yang suci merengkuh cinta
dalam pencarian abadi

Yang telah terbebas dari nafsu duniawi
Sesungguhnya ia telah tenggelam dalam cinta

Karena cinta itu tiada lain adalah kerinduan azali
Yang terwujud dari kepasrahan diri

Temukan makna cintamu
Karena ia selalu membersamaimu
Pada cinta aku bersimpuh

Yogyakarta, 8 Ramadhan 1439 H (24 Mei 2018)

Puisi 7: Cahaya

Standar

Cahaya

Robby H. Abror

Betapa banyak tersingkap sesuatu oleh cahaya bagi penglihatanmu
Sehingga kau menyebutnya benda ini dan itu
Sebegitu bahagianya dirimu bersamanya
Yang kerap melupakan hakikat pencipta cahaya

Betapa banyak terkuak rahasia malam
Setelah kau pahami eksistensi cahaya bagimu
Kepuasan mata tak pernah menjawab apapun sebelum memahami makna batin cahaya yang sebenarnya

Penglihatan yang dipuaskan oleh pencerapan inderawi itu baru mata awam
Untuk mendaki ke puncak cahaya
Kau perlu terangi kegelapan mata hatimu dengan al-Quran
Yogyakarta, 7 Ramadhan 1439 H (23 Mei 2018)

Puisi 3: Buku

Standar

Buku

Robby H. Abror

Kau dapat mencintai bayang-bayang tapi gugusan ide dalam buku lebih nyata
Memberi makna pada bayangan
Menghalau kegusaran yang terbit di balik kegalauan

Kau dapat merindukan sosok yang tak terbayangkan
Tapi goresan pena dalam buku itu membuat nyata yang terbayang
Menghadirkan ketakhadiran
Mengobati kerinduan

Kau sanggup menyapu air mata kemalangan
Tapi getaran pesan yang dikandung buku melahirkan optimisme
Memaknai ulang air mata
Mengubah kemalangan menjadi mata air

Kau mampu mengubah susunan abjad di atas lamunan
Tapi selama tak kau tuangkan dalam sebaris syair apalah gunanya
Alam menghadirkan seribu kata
Tugasmu hanyalah merangkainya menjadi ada

Yogyakarta, 3 Ramadhan 1439 H (19 Mei 2018)

Puisi 6: Ilmu

Standar

Robby H. Abror

Pensil itu diraut untuk menggambar alam
Sosok kecil itu berimajinasi awalnya
Bahagia wajahnya meski tak berwarna
Kepolosan itu mulanya ilmu dikenal

Beranjak dewasa ia mengejar bulan
Pasang surut air laut ia pahami
Dituliskan dalam ingatan mekanisme alam
Keajegan itu ilmunya bertambah

Dalam lembaran kertas putih dirancang sistematika berpikir
Ia renungkan sebab akibat
Ia uji keakuratan
Pengetahuan pun meningkat

Tahu demi pengetahuan itu sendiri
Mustahil melahirkan keimanan
Sebab ilmu yang diberkahi dapat membongkar rahasia ilahi

Yogyakarta, 6 Ramadhan 1439 H (22 Mei 2018)

Puisi 5: Fitnah

Standar

Fitnah

Robby H. Abror

Kiamat sudah dekat
Kepentingan sebagai dalih kebenaran
Selalu mengatasnamakan rakyat Mengendarai perahu kepongahan yang sebenarnya retak
Membela mati-matian pemahaman yang sesungguhnya bengkok

Disanjung-sanjung dalam keramaian
Dipuji-puji sebagai pahlawan kesiangan
Terkenal dalam kesalahpahaman
Dalam keajaiban fiktif
Berbagi kue pembangunan dengan semena-mena
Membiarkan genangan kemarahan arus bawah yang membuncah
Konflik tak terhindarkan
Awas bom waktu

Tuhan, inikah negeri dengan sumber daya alam berlimpah
Yang rakyatnya tak mampu mengeja kemakmuran
Jika dibangun dari bata-bata fitnah dan adu domba
Bangunan seindah apapun tak akan kokoh
Bisa roboh kapan saja

Yogyakarta, 5 Ramadhan 1439 H (21 Mei 2018)

 

 

Puisi 4: Puasa

Standar

Robby H. Abror

Rasa yang kutunggu-tunggu telah tiba
Bulan penuh kebaikan yang menghujani hari-hari dengan rahmat Tuhanku
Bulan berzikir yang menuntun lidah untuk terus bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertakbir
Bershalawat atas Nabi Muhammad saw kekasih-Mu
Beristighfar atas segala dosa-dosaku

Hati merasakan hamparan keindahan yang tak terbilang
Bulan penuh ampunan yang menggerakkan setiap langkah kebaikan dilipatgandakan pahalanya, dihapuskan dari dosa-dosa
Bulan nuzul dan tadarus al-Quran yang menggetarkan jiwa-jiwa yang kehausan siraman ruhani

Ramadan itu saat rasa dalam kedekatan dengan Allah menjadi nyata
Puasa ini saat komitmen antara aku dan Kau menjadi tak berjarak
Kepasrahan untuk membakar rasa bangga dan sombong di hadapan-Mu
Ketundukan untuk sujud sebagai hamba yang dhaif
Ketakutan yang purna di hadapan Allah yang Maha Besar pemilik alam semesta
Harapan bagi al-faqir untuk menggapai cinta hakiki
Berjumpa Tuhan dalam kondisi suci dan bersih kembali

Yogyakarta, 4 Ramadhan 1439 H (20 Mei 2018)

Puisi 2: Palestina

Standar

Palestina

Robby H. Abror

Hidup seperti membangun istana dari serpihan pasir
Indahnya segera hancur disapu ombak
Setiap keinginan lenyap dihempas gelombang samudera
Tersisa secuil asa di langit harapan

Hidup seperti kematian yang nyata
Seperti gelas diisi air kegetiran
Semakin diteguk dada semakin sesak
Napas tinggal di tenggorokan dihalau udara panas kebiadaban

Derita tak pernah bertepi
Lukisan kengerian setiap hari
Darah syuhada’ di balik dentuman senjata zionis
Sisakan duka mendalam yang tak pernah terobati

Luka itu terus menganga di balik jerit tangis dan sakit hati
Saat dendam tak lagi berarti tatkala keadilan diremukredamkan oleh kebatilan
Penegak kebenaran hanya macan ompong
Negeri-negeri Arab ke mana hati nuranimu
Negeri-negeri Islam mengapa kau campakkan harga dirimu di depan sekutu kafir yang tak waras

Bacalah Palestina dengan ruh Islammu
Sentuh darah syuhada’ dengan amarah batinmu
Nyalakan api keberanianmu untuk bela keadilan
Bergolaklah melawan setiap bentuk kezaliman

Yogyakarta, 2 Ramadhan 1439 H (18 Mei 2018)

Puisi 1: Bendera tanpa Warna

Standar

Bendera tanpa Warna

Robby H. Abror

Untuk siapa kau berjuang
Jika tak kau pahami dengan benar apa makna perjuangan
Kau didihkan semangatmu demi kehampaan
Jauh dari harapan rakyat

Untuk siapa kau berkhidmat
Jika tak kau pahami dengan benar apa makna pengkhidmatan
Kau singsingkan lengan baju hanya demi keserakahan
Bukan untuk rakyat yang tertindas

Kau tegakkan tiang bendera itu
Kau ikat di kepalamu bendera yang sama
Kau kepalkan tanganmu seolah-olah demi benderamu
Tapi sungguh kau pudarkan sendiri warnanya
Kau hanya memikirkan kepentingan dirimu sendiri

Yogyakarta, 1 Ramadhan 1439 H (17 Mei 2018)